TEORI KEPRIBADIAN SKINNER
Disusun oleh
1.
Rifqy Jauhar Fuady (1132020138)
2.
Siska Nur Apriani (1132020158)
3.
Yesi Hidayati (1132020175)
A.
Pendahuluan
Behavioristik
merupakan orientasi teoritis yang didasarkan pada premis bahwa psikologi ilmiah
harus berdasarkan studi tingkah laku yang teramati (observeable behaviour).
Teori ini telah berkembang sejak 1913, yaitu ketika John B. Watson
mempublikasikan artikel yang cukup berpengaruh. Dalam artikel tersebut, Watson
mengemukakan bahwa psikologi harus meninggalkan fokus kajian yang terkait
dengan proses mental, dan mengalihkan fokus kajiannya kepada tingkah laku yang
tampak (overt behaviour). Dia beralasan bahwa psikologi tidak dapat
meneliti proses mental secara ilmiah, sebab proses tersebut bersifat pribadi
dan tidak dapat diamati oleh publik.
B.
Pembahasan
1.
Biografi
Burrhus Frederic Skinner (1904-1980)
Burrhus
Frederic Skinner lahir pada tanggal 20 Mei 1904 di Susquehanna, Pensylvania,
Amerika Serikat. Tempat ayahnya bekerja sebagai seorang pengacara. Ibunya
adalah seorang ibu rumah tangga yang baik. Selama masa kecilnya, ia hobby
mendaki gunung. Di SMA, ia menghasilkan uang dengan membentuk huruf-huruf kartu
iklan, bermain band musik Jazz dan dengan tiga anak laki-laki lain
mengorganisasi pertunjukan orkestra selama dua malam setiap minggu di film
setempat.
Dari
tahun 1931 sampai 1936 ia bekerja di Harvard, dua tahun pertama didukung oleh National
Rersearch Counsil Fellowship dan tiga tahun terakhir menjadi lektor muda di
antara para petinggi ilmu psikologi Harvard. Skinner mulai dengan karirnya
sebagai dosen di Universitas Minnesota pada tahun 1936, dan tinggal disana
hingga tahun 1945. Periode ini merupakan masa produktivitas Skinner yang
selanjutnya menetapkannya sebagai seorang pemimpin ilmu psikologi Behaviorist
di Amerika Serikat. Dari tahun 1942-1943, ia memimpin suatu penelitian perang
yang disponsori oleh Jenderal Mills, dan sebagai pengikut Gugenheim dalam tahun
1944-1945. Pada akhir tahun 1945 ia ditugaskan sebagai kepala departemen
psikologi di Universitas Indiana. Posisi itu dia pegang sampai tahun 1947,
ketika ia kembali ke harvard.
Tahun
1948, ia diundang untuk datang lagi ke Universitas Harvard. Di Universitas tersebut
dia menghabiskan sisa karirnya. Skinner adalah seseorang yang aktif dalam
berbagai kegiatan, seperti melakukan berbagai penelitian, membimbing ratusan
calon doktor, dan menulis berbagai buku. Meskipun pada tahun 1974 ia pensiun
dari mengajarnya, tetapi beliau tetap melanjutkan menulis dan memberikan
kuliah. Meski tidak sukses sebagai penulis buku fiksi dan puisi, ia menjadi
salah satu penulis psikologi terbaik.
Salah
satu karyanya yang terkenal adalah The Behaviour of Organisms (1938), Walden
Two (1948), Science and Human Behaviour (1953), dan memulai menulis Verbal
Behaviour (1957) selama ia menghabiskan waktu bertahun-tahun di Middle
West. Produk yang dikeluarkan oleh Skinner, seperti “Skinner Box”, “Baby Box”,
dan perancangan mesin-mesin pengajaran pada tahun 1948, ketika anak keduanya
yang bernama Deborah lahir. Pada tahun 1967, Skinner berkata bahwa ia membuat
sebuah pesawat luncur yang dapat tempur tanpa mendapatkan energi dari beberapa
sumber eksternal, dan itu tidak berhasil. Pada tanggal 18 Agustus 1990, Skinner
meninggal dunia karena penyakit Leukemia.
2.
Teori-Teori
Skinner
Dalam
hubungan dengan kepribadian manusia. Skinner, menolak semua teori yang
mengatakan bahwa tingkah laku manusia didasarkan pada agen hipotesis seperti:
self, ego dan sebagainya. Skinner juga menolak adanya agen internal dalam diri
manusia yang menjadikan manusia memiliki otonomi atau kemandirian dalam
bertingkah laku. Otonomi manusia menurut Skinner hanyalah sebuah konsep untuk
menjelaskan sesuatu yang belum mampu kita jelaskan. Keberadaan “manusia otonom”
tergantung pada pengetahuan kita, dan dengan sendirinya tidak diperlukan lagi
apabila kita telah mengetahui lebih banyak tentang tingkah laku. Jadi, manusia
tidak otonom, tidak dapat berdikari, tidak dapat menentukan tindakannya
sendiri, melainkan tergantung pada stimulus respons dalam realitas
kehidupannya.
Bagi
Skinner, studi mengenai kepribadian itu ditujukan pada penemuan pola yang khas
dari kaitan antara perilaku organisme dan berbagai konsekuensi yang
diperkuatnya. Selanjutnya, Skinner menguraikan sejumlah tehnik yang digunakan
untuk mengontrol perilaku. Kemudian banyak diantaranya dipelajari oleh social-learning
theoritists yang tertarik dalam modeling dan modifikasi perilaku.
3.
Pengkondisian
Operan: Skinner
a.
Tipe Tingkah Laku
Skinner
membagi tingkah laku kedalam dua tipe, yaitu responden dan operan. Tingkah laku
responden (respondent behaviour) adalah respon atau tingkah laku yang
dibangkitkan atau dirangsang oleh stimulus tertentu. Tingkah laku responden ini
wujudnya adalah refleks. Contohnya: mata berkedip karena terkena debu, menarik
tangan pada saat terkena sengatan setrum listrik. Berkedip dan menarik tangan
adalah respon (refleks), sedangkan debu dan sengatan setrum adalah
stimulus.
Tingkah laku ini bergantung
pada reinforcement dan secara langsung merespon stimulus yang bersifat fisik. Setiap
respon dirangsang oleh stimulus tertentu. Tingkah laku ini juga tidak
memberikan dampak apa-apa terhadap lingkungan, seperti: respon air liur anjing
terhadap stimulus (bunyi bel), tidak mengubah bel atau reinforcer (makanan)
yang mengikutinya. Dalam hal ini Skinner merasa yakin bahwa tingkah laku
responden kurang begitu penting dibandingkan dengan tingkah laku operan.
Tingkah
laku operan (operant behaviour) adalah respon atau tingkah laku yang
bersifat spontan (sukarela) tanpa stimulus yang mendorongnya secara langsung.
Tingkah laku ini ditentukan atau dimodifikasi oleh reinforcement yang
mengikutinya.
b.
Pengkondisian
Tingkah Laku Operan (Operant Conditioning)
Teori
yang dikembangkan Skinner terkenal dengan “Operant Conditioning”, yaitu
bentuk belajar yang menekankan respon-respon atau tingkah laku yang sukarela
dikontrol oleh konsekuen-konsekuennya. Proses “Operant Conditioning”
dijelaskan oleh Skinner melalui eksperimennya terhadap tikus, yang dikenal
dengan “Skinner Box”.
Ketika
tikus dimasukan ke dalam peti (box) tidak diberi makan untuk beberapa waktu
lamanya (tikus menjadi lapar), dan bertingkah laku secara spontan dan acak, dia
aktif, mendengus, mendorong, dan mengeksplorasi lingkungannya. Tingkah laku ini
bersifat sukarela (emitted) tidak dirangsang (elicited), dalam
arti respon tikus itu tidak dirangsang oleh stimulus tertentu dari
lingkungannya.
Setelah
beberapa lama beraktivitas, tikus secara kebetulan menekan pengungkit yang
terletak pada salah satu sisi peti, yang menyebabkan makanan jatuh ke dalam
kotak. Makanan tersebut menjadi reinforcer (penguat) bagi tingkah laku
(respon) menekan pengungkit. Tikus mulai menekan pengungkit dalam frekuensi
yang lebih sering. Mengapa? Karena tikus menerima lebih banyak makanan. Tingkah
laku tikus sekarang berada di bawah kontrol reinforcement. Kegiatannya sekarang
tidak lagi bersifat spontan atau acak, tetapi lebih banyak menghabiskan
waktunya untuk menekan pengungkit dan kemudian makan.
Berdasarkan
eksperimennya, Skinner berkesimpulan bahwa “Operant Conditioning” lebih
banyak membentuk tingkah laku manusia daripada “Classical Conditioning”.
Karena kebanyakan respon-respon manusia lebih bersifat disengaja daripada yang
reflektif.
Skinner
mengemukakan bahwa organisme cenderung mengurangi respon yang diikuti oleh
konsekuen (dampak) yang menyenangkan, dan mereka cenderung tidak mengulang
respon yang berdampak netral atau tidak menyenangkan. Menurutnya, konsekuen
yang menyenangkan, netral, dan tidak menyenangkan melibatkan reinforcement,
ekstingsi (extinction), dan hukuman.
c.
Kekuatan Reinforcement
Menurut
Skinner, “Reinforcement” dapat terjadi dalam dua cara: positif dan
negatif. Yang positif terjadi ketika respon diperkuat (muncul lebih sering)
sebab diikuti oleh kehadiran stimulus yang menyenangkan. “Reinforcement”
positif ini sinonim dengan Reward (penghargaan)
Reinforcement
positif memotivasi banyak tingkah laku sehari-hari, seperti anda belajar keras
karena mendapat nilai yang bagus. Reinforcement positif juga mempengaruhi
perkembangan kepribadian. Respon-respon diikuti oleh hasil yang menyenangkan
diperkuat dan cenderung menjadi pola kebiasaan bertingkah laku. Contohnya:
seorang anak yang suka melucu dikelas dan memperoleh apresiasi dan senyuman
dari teman-temannya.
Sementara
reinforcement negatif terjadi ketika respon diperkuat (sering dilakukan),
karena diikuti oleh stimulus yang tidak menyenangkan. Reinforcement ini
memainkan peranan dalam perkembangan kecenderungan-kecenderungan untuk menolak
(menghindar). Pada umumnya orang cenderung menghindar dari situasi yang kaku,
atau masalah pribadi yang sulit.
d.
Ekstingsi dan
Hukuman (Extinction & Punishment)
Terjadinya
ekstingsi dimulai ketika respon-respon yang diperkuat mengakhiri dampak yang
positif. Seperti anak yang suka melucu akan menghentikan melucunya, apabila dia
tidak lagi mendapatkan apresiasi atau penghargaan dari teman-temannya.
Beberapa
respon mungkin dapat diperlemah dengan hukuman. Menurut Skinner hukuman ini
terjadi ketika respon diperlemah (menurun frekuensinya dan bahkan menghilang),
karena diikuti oleh kehadiran stimulus yang tidak menyenangkan.
Perbedaan
antara reinforcement negatif dengan hukuman adalah bahwa respon dalam
reinforcement negatif mengarah kepada proses menghilangkan sesuatu yang tidak
menyenangkan, sehingga respon tersebut diperkuat; sedangkan respon pada hukuman
mengarah kepada hadirnya sesuatu yang tidak menyenangkan, sehingga respon
diperlemah, atau mengarah kepada konsekuensi yang negatif.
4.
Teori Belajar
Skinner
Hakikat
teori Skinner adalah teori belajar. Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner
tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para
tokoh sebelumnya. Menurut Skinner, dalam bukunya C. Asri Budiningsih yang
berjudul Belajar dan Pembelajaran (2005: 24) bahwa hubungan antara stimulus dan
respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan
menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh
para tokoh sebelumnya. Dikatakannya bahwa respon yang diberikan oleh
seseorang/siswa tidaklah sesederhana itu. Sebab, pada dasarnya
stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan
interaksi antara stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon
yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan
mempunyai konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada
gilirannya akan mempengaruhi atau menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Oleh
sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih
dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami
respon yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan
timbul sebagai akibat dari respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa
dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan
tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yang
digunakan perlu penjelasan lagi, demikian dan seterusnya.
Program-program
pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul, dan
program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus –
respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori yang dikemukakan
oleh Skinner.
Teori
behavioristik banyak dikritik karena sering kali tidak mampu menjelaskan
situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang
berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi
sekedar hubungan stimulus dan respon. Contohnya, seorang siswa akan dapat
belajar dengan baik setelah stimulus tertentu. Tetapi setelah diberi stimulus
lagi yang sama bahkan lebih baik, ternyata siswa tersebut tidak mau belajar
lagi. Di sinilah persoalannya, ternyata teori behavioristik tidak mampu
menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon
ini. Namun teori behavioristik dapat mengganti stimulus satu dengan stimulus
lainnya dan seterusnya sampai respon yang diinginkan muncul. Namun demikian,
persoalannya adalah bahwa teori behavioristik tidak dapat menjawab hal-hal yang
menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan
responnya.
Teori
behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier,
konvergen, dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan
proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai
target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi
dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh dalam hidup ini yang
mempengaruhi proses belajar. Jadi pengertian belajar tidak sesederhana yang
dilukiskan oleh teori behavioristik.
Skinner
dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan
digunakannya hukuman dalam kegiatan belajar. Namun apa yang mereka sebut dengan
penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk
bebas berpikir dan berimajinasi.
Menurut
Guthrie dalam bukunya C. Asri Budiningsih yang berjudul Belajar dan
Pembelajaran (2005: 26) hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar.
Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie,
yaitu:
1)
Pengaruh hukuman
terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
2)
Dampak psikologis
yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila
hukuman berlangsung lama.
3)
Hukuman mendorong si
terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari
hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan
hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner
lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif
tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus
diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang akan muncul berbeda dengan respon
yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi
agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu
dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan
kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu yang tidak
mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah
ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya,
maka inilah yang disebut penguat negatif. Lawan dari penguat negatif adalah
penguat positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat
respon. Namun bedanya adalah bahwa penguat positif itu ditambah, sedangkan
penguat negatif adalah dikurangi agar memperkuat respons.
C.
Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Skinner menolak semua pernyataan
yang mengatakan bahwa tingkah laku manusia didasarkan atas dirinya atau egonya
dan juga yang didasarkan atas otonomi atau kemandiriannya. Melainkan tingkah
laku manusia itu tergantung pada stimulus respons dalam realitas kehidupannya.
Skinner
lebih percaya pada penguat negatif daripada penguat positif. Karena penguat
negatif berbeda dengan hukuman.
D.
Referensi
Budiningsih, C. Asri., 2005. Belajar
dan Pembelajaran. Cetakan pertama. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ruswandi, Uus dan Badrudin., 2010.
Pengembangan Kepribadian Guru. Bandung: CV. Insan Mandiri.
vickry-keriting.blogspot.com/2014/12/teori-kepribadian-behaviorisme-bf.html?m=1 diakses pada
tanggal 13 September 2015, pukul 15:30 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar