Senin, 09 Mei 2016

PENGEMBANGAN GURU : TEORI KEPRIBADIAN SKINNER



TEORI KEPRIBADIAN SKINNER
Disusun oleh
1.    Rifqy Jauhar Fuady            (1132020138)
2.    Siska Nur Apriani               (1132020158)
3.    Yesi Hidayati                     (1132020175)

A.    Pendahuluan
Behavioristik merupakan orientasi teoritis yang didasarkan pada premis bahwa psikologi ilmiah harus berdasarkan studi tingkah laku yang teramati (observeable behaviour). Teori ini telah berkembang sejak 1913, yaitu ketika John B. Watson mempublikasikan artikel yang cukup berpengaruh. Dalam artikel tersebut, Watson mengemukakan bahwa psikologi harus meninggalkan fokus kajian yang terkait dengan proses mental, dan mengalihkan fokus kajiannya kepada tingkah laku yang tampak (overt behaviour). Dia beralasan bahwa psikologi tidak dapat meneliti proses mental secara ilmiah, sebab proses tersebut bersifat pribadi dan tidak dapat diamati oleh publik.
B.     Pembahasan
1.      Biografi Burrhus Frederic Skinner (1904-1980)
Burrhus Frederic Skinner lahir pada tanggal 20 Mei 1904 di Susquehanna, Pensylvania, Amerika Serikat. Tempat ayahnya bekerja sebagai seorang pengacara. Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang baik. Selama masa kecilnya, ia hobby mendaki gunung. Di SMA, ia menghasilkan uang dengan membentuk huruf-huruf kartu iklan, bermain band musik Jazz dan dengan tiga anak laki-laki lain mengorganisasi pertunjukan orkestra selama dua malam setiap minggu di film setempat.
Dari tahun 1931 sampai 1936 ia bekerja di Harvard, dua tahun pertama didukung oleh National Rersearch Counsil Fellowship dan tiga tahun terakhir menjadi lektor muda di antara para petinggi ilmu psikologi Harvard. Skinner mulai dengan karirnya sebagai dosen di Universitas Minnesota pada tahun 1936, dan tinggal disana hingga tahun 1945. Periode ini merupakan masa produktivitas Skinner yang selanjutnya menetapkannya sebagai seorang pemimpin ilmu psikologi Behaviorist di Amerika Serikat. Dari tahun 1942-1943, ia memimpin suatu penelitian perang yang disponsori oleh Jenderal Mills, dan sebagai pengikut Gugenheim dalam tahun 1944-1945. Pada akhir tahun 1945 ia ditugaskan sebagai kepala departemen psikologi di Universitas Indiana. Posisi itu dia pegang sampai tahun 1947, ketika ia kembali ke harvard.
Tahun 1948, ia diundang untuk datang lagi ke Universitas Harvard. Di Universitas tersebut dia menghabiskan sisa karirnya. Skinner adalah seseorang yang aktif dalam berbagai kegiatan, seperti melakukan berbagai penelitian, membimbing ratusan calon doktor, dan menulis berbagai buku. Meskipun pada tahun 1974 ia pensiun dari mengajarnya, tetapi beliau tetap melanjutkan menulis dan memberikan kuliah. Meski tidak sukses sebagai penulis buku fiksi dan puisi, ia menjadi salah satu penulis psikologi terbaik.
Salah satu karyanya yang terkenal adalah The Behaviour of Organisms (1938), Walden Two (1948), Science and Human Behaviour (1953), dan memulai menulis Verbal Behaviour (1957) selama ia menghabiskan waktu bertahun-tahun di Middle West. Produk yang dikeluarkan oleh Skinner, seperti “Skinner Box”, “Baby Box”, dan perancangan mesin-mesin pengajaran pada tahun 1948, ketika anak keduanya yang bernama Deborah lahir. Pada tahun 1967, Skinner berkata bahwa ia membuat sebuah pesawat luncur yang dapat tempur tanpa mendapatkan energi dari beberapa sumber eksternal, dan itu tidak berhasil. Pada tanggal 18 Agustus 1990, Skinner meninggal dunia karena penyakit Leukemia.
2.      Teori-Teori Skinner
Dalam hubungan dengan kepribadian manusia. Skinner, menolak semua teori yang mengatakan bahwa tingkah laku manusia didasarkan pada agen hipotesis seperti: self, ego dan sebagainya. Skinner juga menolak adanya agen internal dalam diri manusia yang menjadikan manusia memiliki otonomi atau kemandirian dalam bertingkah laku. Otonomi manusia menurut Skinner hanyalah sebuah konsep untuk menjelaskan sesuatu yang belum mampu kita jelaskan. Keberadaan “manusia otonom” tergantung pada pengetahuan kita, dan dengan sendirinya tidak diperlukan lagi apabila kita telah mengetahui lebih banyak tentang tingkah laku. Jadi, manusia tidak otonom, tidak dapat berdikari, tidak dapat menentukan tindakannya sendiri, melainkan tergantung pada stimulus respons dalam realitas kehidupannya.
Bagi Skinner, studi mengenai kepribadian itu ditujukan pada penemuan pola yang khas dari kaitan antara perilaku organisme dan berbagai konsekuensi yang diperkuatnya. Selanjutnya, Skinner menguraikan sejumlah tehnik yang digunakan untuk mengontrol perilaku. Kemudian banyak diantaranya dipelajari oleh social-learning theoritists yang tertarik dalam modeling dan modifikasi perilaku.
3.      Pengkondisian Operan: Skinner
a.       Tipe Tingkah Laku
Skinner membagi tingkah laku kedalam dua tipe, yaitu responden dan operan. Tingkah laku responden (respondent behaviour) adalah respon atau tingkah laku yang dibangkitkan atau dirangsang oleh stimulus tertentu. Tingkah laku responden ini wujudnya adalah refleks. Contohnya: mata berkedip karena terkena debu, menarik tangan pada saat terkena sengatan setrum listrik. Berkedip dan menarik tangan adalah respon (refleks), sedangkan debu dan sengatan setrum adalah stimulus.
Tingkah laku ini bergantung pada reinforcement dan secara langsung merespon stimulus yang bersifat fisik. Setiap respon dirangsang oleh stimulus tertentu. Tingkah laku ini juga tidak memberikan dampak apa-apa terhadap lingkungan, seperti: respon air liur anjing terhadap stimulus (bunyi bel), tidak mengubah bel atau reinforcer (makanan) yang mengikutinya. Dalam hal ini Skinner merasa yakin bahwa tingkah laku responden kurang begitu penting dibandingkan dengan tingkah laku operan.
Tingkah laku operan (operant behaviour) adalah respon atau tingkah laku yang bersifat spontan (sukarela) tanpa stimulus yang mendorongnya secara langsung. Tingkah laku ini ditentukan atau dimodifikasi oleh reinforcement yang mengikutinya.
b.      Pengkondisian Tingkah Laku Operan (Operant Conditioning)
Teori yang dikembangkan Skinner terkenal dengan “Operant Conditioning”, yaitu bentuk belajar yang menekankan respon-respon atau tingkah laku yang sukarela dikontrol oleh konsekuen-konsekuennya. Proses “Operant Conditioning” dijelaskan oleh Skinner melalui eksperimennya terhadap tikus, yang dikenal dengan “Skinner Box”.
Ketika tikus dimasukan ke dalam peti (box) tidak diberi makan untuk beberapa waktu lamanya (tikus menjadi lapar), dan bertingkah laku secara spontan dan acak, dia aktif, mendengus, mendorong, dan mengeksplorasi lingkungannya. Tingkah laku ini bersifat sukarela (emitted) tidak dirangsang (elicited), dalam arti respon tikus itu tidak dirangsang oleh stimulus tertentu dari lingkungannya.
Setelah beberapa lama beraktivitas, tikus secara kebetulan menekan pengungkit yang terletak pada salah satu sisi peti, yang menyebabkan makanan jatuh ke dalam kotak. Makanan tersebut menjadi reinforcer (penguat) bagi tingkah laku (respon) menekan pengungkit. Tikus mulai menekan pengungkit dalam frekuensi yang lebih sering. Mengapa? Karena tikus menerima lebih banyak makanan. Tingkah laku tikus sekarang berada di bawah kontrol reinforcement. Kegiatannya sekarang tidak lagi bersifat spontan atau acak, tetapi lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menekan pengungkit dan kemudian makan.
Berdasarkan eksperimennya, Skinner berkesimpulan bahwa “Operant Conditioning” lebih banyak membentuk tingkah laku manusia daripada “Classical Conditioning”. Karena kebanyakan respon-respon manusia lebih bersifat disengaja daripada yang reflektif.
Skinner mengemukakan bahwa organisme cenderung mengurangi respon yang diikuti oleh konsekuen (dampak) yang menyenangkan, dan mereka cenderung tidak mengulang respon yang berdampak netral atau tidak menyenangkan. Menurutnya, konsekuen yang menyenangkan, netral, dan tidak menyenangkan melibatkan reinforcement, ekstingsi (extinction), dan hukuman.
c.       Kekuatan Reinforcement
Menurut Skinner, “Reinforcement” dapat terjadi dalam dua cara: positif dan negatif. Yang positif terjadi ketika respon diperkuat (muncul lebih sering) sebab diikuti oleh kehadiran stimulus yang menyenangkan. “Reinforcement” positif ini sinonim dengan Reward (penghargaan)
Reinforcement positif memotivasi banyak tingkah laku sehari-hari, seperti anda belajar keras karena mendapat nilai yang bagus. Reinforcement positif juga mempengaruhi perkembangan kepribadian. Respon-respon diikuti oleh hasil yang menyenangkan diperkuat dan cenderung menjadi pola kebiasaan bertingkah laku. Contohnya: seorang anak yang suka melucu dikelas dan memperoleh apresiasi dan senyuman dari teman-temannya.
Sementara reinforcement negatif terjadi ketika respon diperkuat (sering dilakukan), karena diikuti oleh stimulus yang tidak menyenangkan. Reinforcement ini memainkan peranan dalam perkembangan kecenderungan-kecenderungan untuk menolak (menghindar). Pada umumnya orang cenderung menghindar dari situasi yang kaku, atau masalah pribadi yang sulit.
d.      Ekstingsi dan Hukuman (Extinction & Punishment)
Terjadinya ekstingsi dimulai ketika respon-respon yang diperkuat mengakhiri dampak yang positif. Seperti anak yang suka melucu akan menghentikan melucunya, apabila dia tidak lagi mendapatkan apresiasi atau penghargaan dari teman-temannya.
Beberapa respon mungkin dapat diperlemah dengan hukuman. Menurut Skinner hukuman ini terjadi ketika respon diperlemah (menurun frekuensinya dan bahkan menghilang), karena diikuti oleh kehadiran stimulus yang tidak menyenangkan.
Perbedaan antara reinforcement negatif dengan hukuman adalah bahwa respon dalam reinforcement negatif mengarah kepada proses menghilangkan sesuatu yang tidak menyenangkan, sehingga respon tersebut diperkuat; sedangkan respon pada hukuman mengarah kepada hadirnya sesuatu yang tidak menyenangkan, sehingga respon diperlemah, atau mengarah kepada konsekuensi yang negatif.
4.      Teori Belajar Skinner
Hakikat teori Skinner adalah teori belajar. Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Menurut Skinner, dalam bukunya C. Asri Budiningsih yang berjudul Belajar dan Pembelajaran (2005: 24) bahwa hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Dikatakannya bahwa respon yang diberikan oleh seseorang/siswa tidaklah sesederhana itu. Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan mempengaruhi atau menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian dan seterusnya.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul, dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus – respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori yang dikemukakan oleh Skinner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Contohnya, seorang siswa akan dapat belajar dengan baik setelah stimulus tertentu. Tetapi setelah diberi stimulus lagi yang sama bahkan lebih baik, ternyata siswa tersebut tidak mau belajar lagi. Di sinilah persoalannya, ternyata teori behavioristik tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini. Namun teori behavioristik dapat mengganti stimulus satu dengan stimulus lainnya dan seterusnya sampai respon yang diinginkan muncul. Namun demikian, persoalannya adalah bahwa teori behavioristik tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh dalam hidup ini yang mempengaruhi proses belajar. Jadi pengertian belajar tidak sesederhana yang dilukiskan oleh teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan belajar. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk bebas berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie dalam bukunya C. Asri Budiningsih yang berjudul Belajar dan Pembelajaran (2005: 26) hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
1)      Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
2)      Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3)      Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang akan muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu yang tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguat negatif. Lawan dari penguat negatif adalah penguat positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah bahwa penguat positif itu ditambah, sedangkan penguat negatif adalah dikurangi agar memperkuat respons.
C.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Skinner menolak semua pernyataan yang mengatakan bahwa tingkah laku manusia didasarkan atas dirinya atau egonya dan juga yang didasarkan atas otonomi atau kemandiriannya. Melainkan tingkah laku manusia itu tergantung pada stimulus respons dalam realitas kehidupannya.
Skinner lebih percaya pada penguat negatif daripada penguat positif. Karena penguat negatif berbeda dengan hukuman.
D.    Referensi
Budiningsih, C. Asri., 2005. Belajar dan Pembelajaran. Cetakan pertama. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ruswandi, Uus dan Badrudin., 2010. Pengembangan Kepribadian Guru. Bandung: CV. Insan Mandiri.
vickry-keriting.blogspot.com/2014/12/teori-kepribadian-behaviorisme-bf.html?m=1 diakses pada tanggal 13 September 2015, pukul 15:30 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar