Senin, 09 Mei 2016

ASPEK-ASPEK KEPRIBADIAN GURU



ASPEK-ASPEK KEPRIBADIAN GURU
Disusun Oleh
             Sahal Firdaus                                       (11320201
             Sinta Nurhayati                                  (11320201
             Siti Maryam Ubaidillah                      (1132020161)
 

A.    PENDAHULUAN
Kemampuan guru bukan hanya berkaitan dengan kemampuan intelektualnya saja, akan tetapi kemampuan guru juga meliputi kemampuan personalitas. Jati diri sebagai seorang tenaga pendidik yang menjadi panutan bagi peserta didik. Kompetensi ini selalu mengggambarkan prinsip bahwasanya guru adalah sosok yang patut digugu dan ditiru. Dengan kata lain, guru menjadi suri teladan bagi peserta didik atau guru menjadi sumber dasar bagi peserta didik.
Kepribadian menjadi syarat mutlak bagi tenaga pendidik dalam proses pembelajaran. Kepribadian yang menarik dan mempesona sangat dibutuhkan bagi seorang tenaga pendidik karena tenaga pendidik merupakan sosok yang memberikan kontribusi besar bagi pencapaian proses pembelajaran baik dimensi kognitif, afektif, dan psikomotor. Apalagi kepribadian berhubungan pada pembentukan dimensi afeksi dan psikomotor anak didik.

B.     PEMBAHASAN
1.      Pentingnya kompetensi kepribadian[1]
Memiliki kompetensi kepribadian yang baik bagi guru memang sangat penting. pribadi guru memiliki andil besar dalam proses pendidikan, terutama dalam menggapai keberhasilan pendidikan. Pribadi guru juga memiliki peranan yang sangat besar dalam membentuk pribadi siswa. Bagaimana tidak? Guru adalah sosok figur sentral yang “mempola” siswa.
Dalam standar nasional pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat 3 butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa arif dan berwibawa. Menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi karena manusia merupakan makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam membentuk pribadinya. Semua itu menunjukan bahwa kompetensi personal atau kepribadian guru sangat dibutuhkan oleh peserta didik dalam proses pembentukan pribadinya. Oleh karena itu wajar, ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke suatu sekolah akan mencari tahu dulu siapa guru guru yang akan membimbing anak-anaknya.
Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik. Kompetensi kepribadian ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumberdaya manusia (SDM), Serta mensejahterahkan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa umumnya. Sehubungan dengan uraian diatas, setiap guru dituntut untuk memiliki kompetensi kepribadian yang memadai, bahkan kompetensi ini akan melandasi atau menjadi landasan bagi kompetensi-kompetensi lainya. Dalam hal ini, guru tidak hanya dituntut untuk mampu memaknai pembelajaran, tetapi dan yang paling penting adalah bagaimana dia menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik.
Berangkat dari pemikiran tersebut, sangatlah wajar jika guru dituntut untuk memiliki kepribadian yang mulia. Bahkan kompetensi ini melandasi berbagai kompetensi lainya, baik kompetensi pedagogic, social maupun kompetensi professional.
Dengan demikian, guru tidak hanya dituntut untuk memaknai pembelajaran, tetapi juga diharuskan menjadikan suasana pembelajaran tersebut sebgai media pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Pembentukan sikap dan mental mereka menjadi hal yang sangat penting yang tidak kalah pentingnya dari pembinaan keilmuanya.
Oleh karena itu, seorang guru dikatakan professional jika telah melekat padanya kompetensi kepribadian yang mencakup pribadi yang disiplin, pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, memiliki akhlak mulia sehingga menjadi teladan siswa dan masyarakat sekitarnya.
2.      Pengertian Kompetensi Guru[2]
Kompetensi guru dinilai berbagai kalangan sebagai gambaran professional atau tidaknya tenaga pendidik (guru). Bahkan kompetensi guru memiliki pengaruh terhadap keberhasilan yang dicapai peserta didik.
Dalam KBBI, kompetensi diartikan dengan cakap atau kemampuan. Nana Sudjana memahami kompetensi sebagai suatu kemampuan yang disyaratkan untuk memangku profesi. Senada dengan Nana Sudjana, Sudirman mengartikan kompetensi sebagai kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang berkenaan dengan tugasnya. Kompetensi juga dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Dari beberapa kutipan diatas dapat dipahami bahwa para ahli memberikan kompetensi yang berbeda. Namun sesungguhnya pendapat-pendapat tersebut memberi makna yang hamper sama. Secara redaksional-definitif memang memiliki perbedaan, tetapi dilihat dari konteks makna banyak kesamaan antara pengertian yang satu dengan yang lainnya. Dapat diperhatikan persamaan tersebut dapat diperhatikan pada;
pertama, kompetensi diartikan sebagai kemampuan, keahlian, dan atau keterampilan yang mutlak dimiliki oleh seseorang;
kedua, kompetensi merupakan kemampuan yang mencakup kognitif, afektif, dan aspek psikomotorik;
ketiga, kompetensi tersebut harus dikuasai oleh seseorang;
keempat, kompetensi adalah bersifat mengikat seseorang pada disiplin keilmuan yang telah ditekuninya; dan
kelima, kompetensi mutlak diterapkan dan memiliki standar yang jelas sesuai dengan apa yang telah dijadikan sebagai standar kompetensi.
3.      Landasan Yuridis Kompetensi Guru[3]
Payung yuridis kompetensi guru yang dikaitkan dengan program sertifikasi guru bertitik tolak dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 40 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003 menjelaskan, bahhwa pendidik berkewajiban: “Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dialogis; mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Kemudian kompetensi guru dituangkan secara jelas dalam UU No.14 tahun 2005. Hal-hal yang bersifat lebih teknis dan penjabarannya dapat diperhatikan melalui PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, yaitu pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi yang dimaksud dalam UU No. 14 tahun 2005 pasal 1 ayat (10) dinyatakan secara tegas bahwa “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaaksanakan tugas keprofesionalan”.
4.      Aspek-Aspek Kepribadian Guru[4]
a.      Berjiwa Pendidik dan Bertindak Sesuai dengan Norma yang Berlaku
S. Nasution menyatakan  bahwa guru merupakan sumber pengetahuan utama bagi anak didik yang memiliki stereotype tersendiri. Salah satu peran guru adalah memengaruhi kelakuan orang yang berada disekitarnya. Sebagai sumber pengetahuan utama, guru memikul tanggung jawab besar dalam menyampaikan nilai, norma dan lainnya. Norma yang dimaksud disini adalah norma-norma yang dilegitimasi dan diterima oleh masyarakat.
Sebagai seorang pendidik, menurut Kunandar: “Guru memiliki tanggung jawab pribadi, social, intelektual, moral dan spiritual. Tanggung jawab mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola dirinya, mengendalikan dirinya, dan menghargai serta mengembangkan dirinya. Tanggung jawab social diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan social serta memiliki kemampuan interaktif yang efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma-norma agama dan moral”.
b.      Kepribadian yang mantap, stabil, dan dewasa.
Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan, guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil dan dewasa. Hal ini penting, karena banyak masalah pendidikan disebabkan oleh factor kepribadian guru yang kurang mantap, kurang stabil dan kurang dewasa. kondisi kepribadian yang demikian sering membuat guru melakukan tindakan-tindakan yang professional, tidak terpuji, bahkan tindakan-tindakan tidak senonoh yang merusak citra dan martabat guru. Berbagai kasus yang disebabkan oleh kepribadian guru yang kurang mantap, kurang stabil, dan kurang dewasa. Sering kita dengar di berita-berita elektronik atau kit abaca diberbagai majalah dan surat kabar. Misalnya : adanya oknum guru yang menghamili peserta didik, adanya oknum guru yang terlibat pencurian penipuan, dan kasus-kasus lain yang tidak pantas dilakukan oleh guru. Dalam kaitan inilah pentingnya guru memiliki kepribadian yang mantap, stabil dan deawasa.
Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian ini adalah rangsangan yang sering memancing emosinya. Kesetabilan emosi sangat diperlukan, namun tidak semua orang mampu menahan emosi terhadap rangsangan yang menyinggung perasaan, dan memang diakui bahwa tiap orang mempunyai tempramen yang berbeda dengan orang lain. Untuk keperluan tersebut, upaya dalam bentuk latihan mental akan sangat berguna. Guru yang mudah marah akan membuat peserta didik takut, dan ketakutan mengakibatkan kurang minat untuk mengikuti pembelajaran serta rendahnya konsentrasi, karena ketakutan menimbulkan kekuatiran untuk dimarahi dan hal ini membelokan konsentrasi peserta didik.
Kemarahan guru terungkap dalam kata-kata yang dikeluarkan, dalam raut muka dan mungkin dengan gerakan-gerakan tertentu, bahkan ada yang dilahirkan dalam bentuk memberikan hukuman fisik. Sebagian kemarahan bernilai negative, dan sebagian lagi bernilai positif. Kemarahan yang berlebihan seharusnya tidak ditampakan, karena menunjukan kurang stabilnya emosi guru. Dilihat dari penyebabnya, sering Nampak bahwa kemarahan adalah salah karena ternyata disebabkan oleh peserta didik yang tidak mampu memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan, padahal dia telah belajar dengan sunggunh-sungguh. Stabilitas dan kematangan emosiguru akan berkembang sejalan dengan pengalamanya. Jadi tidak sekedar jumlah umur atau masa kerjanya yang bertambah, melainkan bertambahnya kemampuan memecahkan masalah atas darsar pengalaman masa lalu.

c.       Disiplin, Arif dan Berwibawa
Banyak peserta didik yang berlaku kurang senonoh dimasyarakat, terlibat narkoba dan pelanggaran lainya, berangkat dari pribadi yang kurang disiplin. Oleh karena itu, peserta didik harus belajar disiplin, dan gurulah yang harus memulainya, sebgai guru dia harus memiliki pribadi yang disiplin, arif dan berwibawa. Hal ini penting, karena masih seringkita menyaksikan dan mendengar peserta didik yang perilakunya tidak sesuai bahkan bertentangan dengan sikap moral yang baik. Misalnya merokok, rambut gondrong butceri (rambut dicat sendiri), membolos, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, membuat keributan dikelas, melawan guru, berkelahi, bahkan tindakan yang menjurus pada hal yang bersifat criminal. Dengan kata ;lain, masih banyak peserta didik yang tidak disiplin, dan menghambat jalanya pembelajaran. Kondisi tersebut menuntut guru untuk bersifat disiplin, arif, dan berwibawa dalam segala tindakan dan perilakunya, serta senantiasa mendidiplinkan peserta didik agar dapat mendongkrak kualitas pembelajaran.
Dalam pendidikan, mendisiplinkan peserta didik harus dimulai dengan pribadi guru yang disiplin, arif, dan berwibawa, kita tidak bias berharap banyak akan terbentuknya peserta didik yang disiplin dari pribadi guru yang kuran disiplin, kurang arif dan kurang berwibawa. Oleh karena itu, sekaranglah saatnya kita membina disiplin peserta didik dengan pribadi guru yang disiplin, arif, dan berwibawa. Dalam hal ini disiplin harus ditujukan untuk membantu peserta didik menemukan diri, mengatasi, mencegah, timbulnya masalah disiplin, dan berusaha menciptakan situasi yang menyenangkan bagi kegiatan pembelajaran, sehingga mereka mentaati segala peraturan yang telah ditetapkan.
1)      Pentingnya Disiplin
Perilaku negatif sebagian remaja, pelajar, dan peserta didik pada akhir-akhir ini telah melampaui batas kewajaran karena telah menjurus pada tindak melawan hokum, melanggar tata ytertib, melanggar norma agama, criminal, dan telah membawa akibat yang sangat merugikan masyarakat. Kenakalan remaja dapat dikatakan wajar, jika perilaku itu dilakukan dalam rangka mencari identitas diri, serta tidak membawa akibat yang membahayakan kehidupan orang lain dan masyarakat.
Dalam menanamkan disiplin, guru bertanggung jawab mengarahkan, dan berbuat baik, menjadi contoh, sabar dan penuh pengertian.. guru harus mampu mendisiplinkan peserta didik dengan kasih saying, terutama disiplin diri (self-discipline). Untuk kepentingan tersebut, guru harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut :
·         Membantu peserta didik mengembangkan pola perilaku untuk dirinya;
·         Membantu peserta didik meningkatkan standar perilakunya;
·         Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat untuk menegakan disiplin.

2)      Membina disiplin peserta didik
Mendisiplikan peserta didik dengan kasih sayang dapat dilakukan secara demokratis, yakni dari, oleh dan untuk peserta didik, sedangkan guru tut wuri handayani.


3)      Peran guru dalam mendisiplinkan peserta didik
Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi pembelajaran, tetapi lebih dari itu, guru harus membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik, terutama pada jam-jam sekolah, agar tidak terjadi penyimpangan perilaku atau tindakan yang disiplin. Untuk kepentingan tersebut, dalam rangka mendisiplinkan peserta didik guru harus mampu menjadi pembimbing, contoh atau teladan, pengawas, dan pengendali seluruh perilaku peserta didik.
Sebagai pembimbing, guru harus berupaya untuk membimbing dan mengarahkan perilaku peserta didik kea rah yang positif, dan menuinjang pembelajaran. Sebagai contoh atau teladan, guru harus memperlihatkan perilaku disiplin yang baik kepada peserta didik, karena bagaimana peserta didik akan berdisiplin kalau gurunya tidak menujukan sikap disiplin. Sebgai pengawas, guru harus senantiasa mengawasi seluruh perilaku peserta didik, terutama pada jam-jam efektif sekolah, sehingga kalau terjadi pelanggaran terhadap disiplin, dapat segera diatasi. Sebagai pengendali, guru harus mampu mengendalikan seluruh perilaku peserta didik disekolah. Dalam hal ini guru harus mampu secara efektif menggunakan alat pendidikan secara tepat waktu dan tepat sasaran, baik dalam memberikan hadiah maupun hukuman terhadap peserta didik.

d.      Menjadi teladan bagi peserta didik
Guru merupakan teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang mengaggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk mengaggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Keprihatinan, kerendahan, kemalasan dan rasa takut, secara terpisah ataupun bersama-sama bias menyebabkan seseorang berfikir atau berkata, jika saya harus menjadi teladan atau dipertimbangkan untuk menjadi model, maka pembelajaran bukanlah pekerjaan yang tepat bagi saya. Saya tidak cukup baik untuk diteladani, disampin saya sendiri ingin bebas untuk menjadi diri sendiri dan untuk selamamanya tidak ingin menjadi teladan bagi orang lain. Jika peserta didik harus memiliki model, biarkanlah mereka menemukanya dimanapun. Alas an tersebut tidak dapat dimengerti, mungkin dalam hal tertentu dapat dieterima tetapi mengabaikan atau menolak aspek fundamental dari sifat pembelajaran. Menjadi teladan merupakan sifat dasar kegiatan pembelajaran, dan ketika seorang guru tidak mau menerima ataupun menggunakanya secara konstruktif maka telah mengurangi keefektifan pembelajaran. Peran dan fungsi ini patut dipahami, dan tidak perlu menjadi beban yang memberatkan, sehingga dengan keterampilan dan kerendahan hati akan memperkaya arti pembelajaran.
Sebagai teladan tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang disekitar lingkunganya yang mengangggap atau mengakuinya sebagai guru, sehubungan itu, beberapa hal dibawa ini perlu mendapat perhatian dan bila perlu didiskusikan para guru.
1.      Sikap dasar : postur psikologis yang akan Nampak dalam masalah masalah penting, seperti keberhasilan, kegagalan, pembelajaran, kebenaran, hubungan antar manusia, agama, pekerjaan, permainan dan diri.
2.      Bicara dan gaya bicara : penggunaan bahasa sebagai alat berfikir.
3.      Kebiasaan bekerja : gaya yang dipakai oleh seseorang dalam bekerja yang ikut mewarnai kehidupanya.
4.      Sikap melalui pengalaman dan kesalahan : pengertian hubungan antara luasnya pengalaman dan nilai serta tidak mungkinya mengelak kesalahan.
5.      Pakaian : merupakan perlengkapan pribadi yang amat penting dan menampakan ekspresi seluruh kepribadian.
6.      Hubungan kemanusiaan : diwujudkan dalam semua pergaulan manusia, intelektual, moral, keindahan, terutama bagaimana berperilaku.
7.      Proses berpikir : cara yang digunakan oleh piker dalam menghadapi dan memecahkan masalah.

e.       Berakhlak Mulia
Akhlak mulia adalah perilaku yang didasarkan pada ajaran-ajaran agama, norma-norma social dan tidak bertentangan dengan adat istiadat masyarakat setempat. Akhlak mulia ini bersumber dari kitab suci agama (Abudin Nata, 2004). Oleh karena itu, akhlak mulia biasanya bersifat universal, yakni dapat diterima oleh siapapun dan dimanapun.
Guru harus berakhlak mulia, karena ia adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak memiliki latihan khusus sebgai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. Banyak guru yang cenderung menanggap bahwakonseling terlalu banyak  membicarakan klien, seakan akan berusaha mengatur kehidupan orang, dan oleh kjarenanya mereka tidak senang melaksanakan fungsi ini. Padahal menjadi guru pada tingkat manapun berarti menjadi penasehat dan menjadi orang kepercayaan yang harus berakhlak mulia, kegiatan pembelajaranpun meletakanya pada posisi tersebut. Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan, dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Peserta didik akan menemukan sendiri dan secra mengherankan, bahkan mungkin menyalahkan apa yang ditemukanya, serta akan mengadu kepada guru sebgai orang kepercayaanya. Makin efektif guru menangani setiap permasalahan, makin banyak kemungkinan peserta didik berpaling kepadanya untuk mendapatkan nasehat dan kepercayaan diri. Disinilah pentingnya guru berakhlak mulia.
Agar guru dapat menyadari peranya sebgai orang kepercayaan, dan penasehat secrta lebih mendalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental, serta berakhlak mulia. Diantara makhlik hidup dimuka bumi ini, manusia merupakan manusia yang un ik, dan sfat-sifatnyapun berkembang secara unik pula. Menjadi apa dia, sangat dipengaruhi pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Untuk menjadi manusia dewasa, manusia harus belajar dari lingkunagan selama hidup dengan menggunakan kekuatan dan kelemahanya.
Dengan berakhlak mulia, guru dalam keadaan bagaimanapun harus memiliki kepercayaan diri (rasa percaya diri) yang istiqomah, dan tidak tergoyahkan. Hal tersebut Nampak seperti sesuatu yang tidak mungkin, padahal bukan hal yang sangat istimewa untuk dimiliki dan dilakukan seorang guru, asal memiliki niatdan keinginan yang kuat,
Kompetensi kepribadian guru yang dilandasi akhlak mulia tentu saja tidak tumbuh dengan sendirinya begitu saja, tetapi memerlukan ijtihad yang mujahadah, yakni usaha yang sungguh-sungguh, kerja keras, tanpa mengenal lelah, dengan niat ibadah tentunya. Dalam hal ini barangkali, setiap guru harus merapatkan kembali barisanya, meluruskan niatnya, bahwa menjadi guru bukan semata-mata untuk kepentingan duniawi, memperbaiki ikhtiar terutama berkaitan dengan kompetensi pribadinya, dengan tetap bertawakal kepada Allah. Melalui guru yang demikianlah, kita berharap pendidikan menjadi ajang pembentukan karakter bangsa. Yang akan menentukan warna masa depan masyarakat Indonesia, serta harga dirinya dimata dunia.

C.    KESIMPULAN
Payung yuridis kompetensi guru yang dikaitkan dengan program sertifikasi guru bertitik tolak dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kemudian kompetensi guru dituangkan secara jelas dalam UU No.14 tahun 2005. Hal-hal yang bersifat lebih teknis dan penjabarannya dapat diperhatikan melalui PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional.
Dalam KBBI, kompetensi diartikan dengan cakap atau kemampuan. Nana Sudjana memahami kompetensi sebagai suatu kemampuan yang disyaratkan untuk memangku profesi. Senada dengan Nana Sudjana, Sudirman mengartikan kompetensi sebagai kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang berkenaan dengan tugasnya. Kompetensi juga dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Sebagai seorang pendidik, menurut Kunandar: “Guru memiliki tanggung jawab pribadi, social, intelektual, moral dan spiritual. Tanggung jawab mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola dirinya, mengendalikan dirinya, dan menghargai serta mengembangkan dirinya. Tanggung jawab social diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan social serta memiliki kemampuan interaktif yang efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma-norma agama dan moral”.
Aspek-aspek kepribadian guru ialah: (1) Berjiwa Pendidik dan Bertindak Sesuai dengan Norma yang Berlaku; (2) Kepribadian yang mantap, stabil, dan dewasa; (3) Disiplin, Arif dan Berwibawa; (4) Menjadi teladan bagi peserta didik, dan (5) Berakhlak Mulia

D.    REFERENSI

Janawi. 2012. Kompetensi Guru: Citra Guru Profesional. Bandung: Alfabeta
Mulyasa, E. 2013. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Rochman, Chaerul dan Heri Gunawan. 2011. Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru: Menjadi Guru yang Dicintai dan Diteladani oleh Siswa. Bandung: Nuansa Cendekia


[1] Chaerul Rochman dan Heri Gunawan, 2011, Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru: Menjadi Guru yang Dicintai dan Diteladani oleh Siswa, Bandung: Nuansa Cendekia, hlm. 35
[2] Janawi, 2012, Kompetensi Guru: Citra Guru Profesional, Bandung: Alfabeta, hlm.29-34
[3] Ibid, hlm 45-46
[4] E.Mulyasa, 2013, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm. 121-131

1 komentar:

  1. Bermanfaat sekali, sangat membantu saya dalam mengembangkan kompetensi dan untuk menulis 1 artikel ini:

    https://www.dasarguru.com/kompetensi-kepribadian-guru-sekolah-dasar/

    Terimakasih.

    BalasHapus