ASPEK-ASPEK KEPRIBADIAN
GURU
Disusun Oleh
Sahal Firdaus (11320201
Sinta Nurhayati (11320201
Siti Maryam Ubaidillah (1132020161)

A.
PENDAHULUAN
Kemampuan guru bukan hanya berkaitan dengan
kemampuan intelektualnya saja, akan tetapi kemampuan guru juga meliputi
kemampuan personalitas. Jati diri sebagai seorang tenaga pendidik yang menjadi
panutan bagi peserta didik. Kompetensi ini selalu mengggambarkan prinsip
bahwasanya guru adalah sosok yang patut digugu dan ditiru. Dengan kata lain,
guru menjadi suri teladan bagi peserta didik atau guru menjadi sumber dasar
bagi peserta didik.
Kepribadian menjadi syarat mutlak bagi tenaga
pendidik dalam proses pembelajaran. Kepribadian yang menarik dan mempesona
sangat dibutuhkan bagi seorang tenaga pendidik karena tenaga pendidik merupakan
sosok yang memberikan kontribusi besar bagi pencapaian proses pembelajaran baik
dimensi kognitif, afektif, dan psikomotor. Apalagi kepribadian berhubungan pada
pembentukan dimensi afeksi dan psikomotor anak didik.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pentingnya
kompetensi kepribadian[1]
Memiliki kompetensi kepribadian
yang baik bagi guru memang sangat penting. pribadi guru memiliki andil besar
dalam proses pendidikan, terutama dalam menggapai keberhasilan pendidikan.
Pribadi guru juga memiliki peranan yang sangat besar dalam membentuk pribadi
siswa. Bagaimana tidak? Guru adalah sosok figur sentral yang “mempola” siswa.
Dalam standar nasional pendidikan,
penjelasan pasal 28 ayat 3 butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa arif dan
berwibawa. Menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Pribadi guru memiliki andil yang
sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan, khususnya dalam kegiatan
pembelajaran. Pribadi guru juga sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta
didik. Ini dapat dimaklumi karena manusia merupakan makhluk yang suka
mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam membentuk pribadinya. Semua
itu menunjukan bahwa kompetensi personal atau kepribadian guru sangat
dibutuhkan oleh peserta didik dalam proses pembentukan pribadinya. Oleh karena
itu wajar, ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke suatu sekolah akan mencari
tahu dulu siapa guru guru yang akan membimbing anak-anaknya.
Kompetensi kepribadian sangat besar
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik.
Kompetensi kepribadian ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam
membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumberdaya
manusia (SDM), Serta mensejahterahkan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa
umumnya. Sehubungan dengan uraian diatas, setiap guru dituntut untuk memiliki
kompetensi kepribadian yang memadai, bahkan kompetensi ini akan melandasi atau menjadi
landasan bagi kompetensi-kompetensi lainya. Dalam hal ini, guru tidak hanya
dituntut untuk mampu memaknai pembelajaran, tetapi dan yang paling penting
adalah bagaimana dia menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan
kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik.
Berangkat dari pemikiran tersebut,
sangatlah wajar jika guru dituntut untuk memiliki kepribadian yang mulia.
Bahkan kompetensi ini melandasi berbagai kompetensi lainya, baik kompetensi
pedagogic, social maupun kompetensi professional.
Dengan demikian, guru tidak hanya
dituntut untuk memaknai pembelajaran, tetapi juga diharuskan menjadikan suasana
pembelajaran tersebut sebgai media pembentukan kompetensi dan perbaikan
kualitas pribadi peserta didik. Pembentukan sikap dan mental mereka menjadi hal
yang sangat penting yang tidak kalah pentingnya dari pembinaan keilmuanya.
Oleh karena itu, seorang guru
dikatakan professional jika telah melekat padanya kompetensi kepribadian yang
mencakup pribadi yang disiplin, pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan
berwibawa, memiliki akhlak mulia sehingga menjadi teladan siswa dan masyarakat
sekitarnya.
2.
Pengertian
Kompetensi Guru[2]
Kompetensi guru dinilai berbagai
kalangan sebagai gambaran professional atau tidaknya tenaga pendidik (guru).
Bahkan kompetensi guru memiliki pengaruh terhadap keberhasilan yang dicapai
peserta didik.
Dalam KBBI, kompetensi diartikan
dengan cakap atau kemampuan. Nana Sudjana memahami kompetensi sebagai suatu
kemampuan yang disyaratkan untuk memangku profesi. Senada dengan Nana Sudjana,
Sudirman mengartikan kompetensi sebagai kemampuan dasar yang harus dimiliki
seseorang berkenaan dengan tugasnya. Kompetensi juga dapat diartikan sebagai
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah
menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku
kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Dari beberapa kutipan diatas dapat
dipahami bahwa para ahli memberikan kompetensi yang berbeda. Namun sesungguhnya
pendapat-pendapat tersebut memberi makna yang hamper sama. Secara
redaksional-definitif memang memiliki perbedaan, tetapi dilihat dari konteks
makna banyak kesamaan antara pengertian yang satu dengan yang lainnya. Dapat
diperhatikan persamaan tersebut dapat diperhatikan pada;
pertama,
kompetensi diartikan sebagai kemampuan,
keahlian, dan atau keterampilan yang mutlak dimiliki oleh seseorang;
kedua,
kompetensi merupakan kemampuan yang
mencakup kognitif, afektif, dan aspek psikomotorik;
ketiga,
kompetensi tersebut harus dikuasai oleh
seseorang;
keempat,
kompetensi adalah bersifat mengikat
seseorang pada disiplin keilmuan yang telah ditekuninya; dan
kelima,
kompetensi mutlak diterapkan dan memiliki standar yang jelas sesuai dengan apa
yang telah dijadikan sebagai standar kompetensi.
3.
Landasan
Yuridis Kompetensi Guru[3]
Payung yuridis kompetensi guru yang
dikaitkan dengan program sertifikasi guru bertitik tolak dari Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 40 ayat (2)
UU No. 20 Tahun 2003 menjelaskan, bahhwa pendidik berkewajiban: “Menciptakan
suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dialogis;
mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan
memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai
dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Kemudian kompetensi guru dituangkan
secara jelas dalam UU No.14 tahun 2005. Hal-hal yang bersifat lebih teknis dan
penjabarannya dapat diperhatikan melalui PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar
Pendidikan Nasional, yaitu pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi yang dimaksud dalam
UU No. 14 tahun 2005 pasal 1 ayat (10) dinyatakan secara tegas bahwa
“kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang
harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaaksanakan
tugas keprofesionalan”.
4.
Aspek-Aspek
Kepribadian Guru[4]
a.
Berjiwa
Pendidik dan Bertindak Sesuai dengan Norma yang Berlaku
S. Nasution menyatakan bahwa guru merupakan sumber pengetahuan utama
bagi anak didik yang memiliki stereotype tersendiri.
Salah satu peran guru adalah memengaruhi kelakuan orang yang berada
disekitarnya. Sebagai sumber pengetahuan utama, guru memikul tanggung jawab
besar dalam menyampaikan nilai, norma dan lainnya. Norma yang dimaksud disini
adalah norma-norma yang dilegitimasi dan diterima oleh masyarakat.
Sebagai seorang pendidik, menurut
Kunandar: “Guru memiliki tanggung jawab pribadi, social, intelektual, moral dan
spiritual. Tanggung jawab mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola
dirinya, mengendalikan dirinya, dan menghargai serta mengembangkan dirinya. Tanggung
jawab social diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai
bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan social serta memiliki kemampuan
interaktif yang efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui
penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan
melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa
tidak menyimpang dari norma-norma agama dan moral”.
b. Kepribadian yang
mantap, stabil, dan dewasa.
Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan, guru harus memiliki
kepribadian yang mantap, stabil dan dewasa. Hal ini penting, karena banyak
masalah pendidikan disebabkan oleh factor kepribadian guru yang kurang mantap,
kurang stabil dan kurang dewasa. kondisi kepribadian yang demikian sering
membuat guru melakukan tindakan-tindakan yang professional, tidak terpuji,
bahkan tindakan-tindakan tidak senonoh yang merusak citra dan martabat guru.
Berbagai kasus yang disebabkan oleh kepribadian guru yang kurang mantap, kurang
stabil, dan kurang dewasa. Sering kita dengar di berita-berita elektronik atau
kit abaca diberbagai majalah dan surat kabar. Misalnya : adanya oknum guru yang
menghamili peserta didik, adanya oknum guru yang terlibat pencurian penipuan,
dan kasus-kasus lain yang tidak pantas dilakukan oleh guru. Dalam kaitan inilah
pentingnya guru memiliki kepribadian yang mantap, stabil dan deawasa.
Ujian berat bagi guru dalam hal
kepribadian ini adalah rangsangan yang sering memancing emosinya. Kesetabilan
emosi sangat diperlukan, namun tidak semua orang mampu menahan emosi terhadap
rangsangan yang menyinggung perasaan, dan memang diakui bahwa tiap orang
mempunyai tempramen yang berbeda dengan orang lain. Untuk keperluan tersebut,
upaya dalam bentuk latihan mental akan sangat berguna. Guru yang mudah marah
akan membuat peserta didik takut, dan ketakutan mengakibatkan kurang minat
untuk mengikuti pembelajaran serta rendahnya konsentrasi, karena ketakutan
menimbulkan kekuatiran untuk dimarahi dan hal ini membelokan konsentrasi
peserta didik.
Kemarahan guru terungkap dalam kata-kata
yang dikeluarkan, dalam raut muka dan mungkin dengan gerakan-gerakan tertentu,
bahkan ada yang dilahirkan dalam bentuk memberikan hukuman fisik. Sebagian
kemarahan bernilai negative, dan sebagian lagi bernilai positif. Kemarahan yang
berlebihan seharusnya tidak ditampakan, karena menunjukan kurang stabilnya
emosi guru. Dilihat dari penyebabnya, sering Nampak bahwa kemarahan adalah
salah karena ternyata disebabkan oleh peserta didik yang tidak mampu memecahkan
masalah atau menjawab pertanyaan, padahal dia telah belajar dengan
sunggunh-sungguh. Stabilitas dan kematangan emosiguru akan berkembang sejalan
dengan pengalamanya. Jadi tidak sekedar jumlah umur atau masa kerjanya yang
bertambah, melainkan bertambahnya kemampuan memecahkan masalah atas darsar
pengalaman masa lalu.
c.
Disiplin,
Arif dan Berwibawa
Banyak peserta didik yang berlaku
kurang senonoh dimasyarakat, terlibat narkoba dan pelanggaran lainya, berangkat
dari pribadi yang kurang disiplin. Oleh karena itu, peserta didik harus belajar
disiplin, dan gurulah yang harus memulainya, sebgai guru dia harus memiliki
pribadi yang disiplin, arif dan berwibawa. Hal ini penting, karena masih
seringkita menyaksikan dan mendengar peserta didik yang perilakunya tidak
sesuai bahkan bertentangan dengan sikap moral yang baik. Misalnya merokok,
rambut gondrong butceri (rambut dicat sendiri), membolos, tidak mengerjakan
pekerjaan rumah, membuat keributan dikelas, melawan guru, berkelahi, bahkan
tindakan yang menjurus pada hal yang bersifat criminal. Dengan kata ;lain,
masih banyak peserta didik yang tidak disiplin, dan menghambat jalanya
pembelajaran. Kondisi tersebut menuntut guru untuk bersifat disiplin, arif, dan
berwibawa dalam segala tindakan dan perilakunya, serta senantiasa
mendidiplinkan peserta didik agar dapat mendongkrak kualitas pembelajaran.
Dalam pendidikan, mendisiplinkan peserta
didik harus dimulai dengan pribadi guru yang disiplin, arif, dan berwibawa,
kita tidak bias berharap banyak akan terbentuknya peserta didik yang disiplin
dari pribadi guru yang kuran disiplin, kurang arif dan kurang berwibawa. Oleh
karena itu, sekaranglah saatnya kita membina disiplin peserta didik dengan
pribadi guru yang disiplin, arif, dan berwibawa. Dalam hal ini disiplin harus
ditujukan untuk membantu peserta didik menemukan diri, mengatasi, mencegah,
timbulnya masalah disiplin, dan berusaha menciptakan situasi yang menyenangkan
bagi kegiatan pembelajaran, sehingga mereka mentaati segala peraturan yang
telah ditetapkan.
1)
Pentingnya
Disiplin
Perilaku negatif sebagian remaja,
pelajar, dan peserta didik pada akhir-akhir ini telah melampaui batas kewajaran
karena telah menjurus pada tindak melawan hokum, melanggar tata ytertib,
melanggar norma agama, criminal, dan telah membawa akibat yang sangat merugikan
masyarakat. Kenakalan remaja dapat dikatakan wajar, jika perilaku itu dilakukan
dalam rangka mencari identitas diri, serta tidak membawa akibat yang
membahayakan kehidupan orang lain dan masyarakat.
Dalam menanamkan disiplin, guru
bertanggung jawab mengarahkan, dan berbuat baik, menjadi contoh, sabar dan
penuh pengertian.. guru harus mampu mendisiplinkan peserta didik dengan kasih
saying, terutama disiplin diri (self-discipline). Untuk kepentingan tersebut,
guru harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut :
·
Membantu peserta didik
mengembangkan pola perilaku untuk dirinya;
·
Membantu peserta didik
meningkatkan standar perilakunya;
·
Menggunakan pelaksanaan
aturan sebagai alat untuk menegakan disiplin.
2) Membina disiplin
peserta didik
Mendisiplikan peserta didik dengan
kasih sayang dapat dilakukan secara demokratis, yakni dari, oleh dan untuk
peserta didik, sedangkan guru tut wuri handayani.
3) Peran guru dalam
mendisiplinkan peserta didik
Tugas guru dalam pembelajaran tidak
terbatas pada penyampaian materi pembelajaran, tetapi lebih dari itu, guru
harus membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik, terutama pada jam-jam
sekolah, agar tidak terjadi penyimpangan perilaku atau tindakan yang disiplin.
Untuk kepentingan tersebut, dalam rangka mendisiplinkan peserta didik guru
harus mampu menjadi pembimbing, contoh atau teladan, pengawas, dan pengendali
seluruh perilaku peserta didik.
Sebagai pembimbing, guru harus
berupaya untuk membimbing dan mengarahkan perilaku peserta didik kea rah yang
positif, dan menuinjang pembelajaran. Sebagai contoh atau teladan, guru harus
memperlihatkan perilaku disiplin yang baik kepada peserta didik, karena
bagaimana peserta didik akan berdisiplin kalau gurunya tidak menujukan sikap
disiplin. Sebgai pengawas, guru harus senantiasa mengawasi seluruh perilaku
peserta didik, terutama pada jam-jam efektif sekolah, sehingga kalau terjadi
pelanggaran terhadap disiplin, dapat segera diatasi. Sebagai pengendali, guru
harus mampu mengendalikan seluruh perilaku peserta didik disekolah. Dalam hal
ini guru harus mampu secara efektif menggunakan alat pendidikan secara tepat
waktu dan tepat sasaran, baik dalam memberikan hadiah maupun hukuman terhadap
peserta didik.
d.
Menjadi
teladan bagi peserta didik
Guru merupakan teladan bagi para
peserta didik dan semua orang yang mengaggap dia sebagai guru. Terdapat
kecenderungan yang besar untuk mengaggap bahwa peran ini tidak mudah untuk
ditentang, apalagi ditolak. Keprihatinan, kerendahan, kemalasan dan rasa takut,
secara terpisah ataupun bersama-sama bias menyebabkan seseorang berfikir atau
berkata, jika saya harus menjadi teladan atau dipertimbangkan untuk menjadi
model, maka pembelajaran bukanlah pekerjaan yang tepat bagi saya. Saya tidak
cukup baik untuk diteladani, disampin saya sendiri ingin bebas untuk menjadi
diri sendiri dan untuk selamamanya tidak ingin menjadi teladan bagi orang lain.
Jika peserta didik harus memiliki model, biarkanlah mereka menemukanya
dimanapun. Alas an tersebut tidak dapat dimengerti, mungkin dalam hal tertentu
dapat dieterima tetapi mengabaikan atau menolak aspek fundamental dari sifat
pembelajaran. Menjadi teladan merupakan sifat dasar kegiatan pembelajaran, dan
ketika seorang guru tidak mau menerima ataupun menggunakanya secara konstruktif
maka telah mengurangi keefektifan pembelajaran. Peran dan fungsi ini patut
dipahami, dan tidak perlu menjadi beban yang memberatkan, sehingga dengan
keterampilan dan kerendahan hati akan memperkaya arti pembelajaran.
Sebagai teladan tentu saja pribadi
dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang
disekitar lingkunganya yang mengangggap atau mengakuinya sebagai guru,
sehubungan itu, beberapa hal dibawa ini perlu mendapat perhatian dan bila perlu
didiskusikan para guru.
1. Sikap
dasar : postur psikologis yang akan Nampak dalam masalah masalah penting,
seperti keberhasilan, kegagalan, pembelajaran, kebenaran, hubungan antar
manusia, agama, pekerjaan, permainan dan diri.
2. Bicara
dan gaya bicara : penggunaan bahasa sebagai alat berfikir.
3. Kebiasaan
bekerja : gaya yang dipakai oleh seseorang dalam bekerja yang ikut mewarnai
kehidupanya.
4. Sikap
melalui pengalaman dan kesalahan : pengertian hubungan antara luasnya
pengalaman dan nilai serta tidak mungkinya mengelak kesalahan.
5. Pakaian
: merupakan perlengkapan pribadi yang amat penting dan menampakan ekspresi
seluruh kepribadian.
6. Hubungan
kemanusiaan : diwujudkan dalam semua pergaulan manusia, intelektual, moral,
keindahan, terutama bagaimana berperilaku.
7. Proses
berpikir : cara yang digunakan oleh piker dalam menghadapi dan memecahkan
masalah.
e.
Berakhlak
Mulia
Akhlak mulia adalah perilaku yang
didasarkan pada ajaran-ajaran agama, norma-norma social dan tidak bertentangan
dengan adat istiadat masyarakat setempat. Akhlak mulia ini bersumber dari kitab
suci agama (Abudin Nata, 2004). Oleh karena itu, akhlak mulia biasanya bersifat
universal, yakni dapat diterima oleh siapapun dan dimanapun.
Guru harus berakhlak mulia, karena
ia adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskipun
mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal
tidak memiliki latihan khusus sebgai penasehat dan dalam beberapa hal tidak
dapat berharap untuk menasehati orang. Banyak guru yang cenderung menanggap
bahwakonseling terlalu banyak
membicarakan klien, seakan akan berusaha mengatur kehidupan orang, dan
oleh kjarenanya mereka tidak senang melaksanakan fungsi ini. Padahal menjadi
guru pada tingkat manapun berarti menjadi penasehat dan menjadi orang kepercayaan
yang harus berakhlak mulia, kegiatan pembelajaranpun meletakanya pada posisi
tersebut. Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat
keputusan, dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Peserta didik akan
menemukan sendiri dan secra mengherankan, bahkan mungkin menyalahkan apa yang
ditemukanya, serta akan mengadu kepada guru sebgai orang kepercayaanya. Makin
efektif guru menangani setiap permasalahan, makin banyak kemungkinan peserta
didik berpaling kepadanya untuk mendapatkan nasehat dan kepercayaan diri.
Disinilah pentingnya guru berakhlak mulia.
Agar guru dapat menyadari peranya
sebgai orang kepercayaan, dan penasehat secrta lebih mendalam, ia harus
memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental, serta berakhlak mulia.
Diantara makhlik hidup dimuka bumi ini, manusia merupakan manusia yang un ik,
dan sfat-sifatnyapun berkembang secara unik pula. Menjadi apa dia, sangat
dipengaruhi pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Untuk menjadi manusia
dewasa, manusia harus belajar dari lingkunagan selama hidup dengan menggunakan
kekuatan dan kelemahanya.
Dengan berakhlak mulia, guru dalam
keadaan bagaimanapun harus memiliki kepercayaan diri (rasa percaya diri) yang
istiqomah, dan tidak tergoyahkan. Hal tersebut Nampak seperti sesuatu yang
tidak mungkin, padahal bukan hal yang sangat istimewa untuk dimiliki dan
dilakukan seorang guru, asal memiliki niatdan keinginan yang kuat,
Kompetensi kepribadian guru yang
dilandasi akhlak mulia tentu saja tidak tumbuh dengan sendirinya begitu saja,
tetapi memerlukan ijtihad yang mujahadah, yakni usaha yang sungguh-sungguh,
kerja keras, tanpa mengenal lelah, dengan niat ibadah tentunya. Dalam hal ini
barangkali, setiap guru harus merapatkan kembali barisanya, meluruskan niatnya,
bahwa menjadi guru bukan semata-mata untuk kepentingan duniawi, memperbaiki
ikhtiar terutama berkaitan dengan kompetensi pribadinya, dengan tetap
bertawakal kepada Allah. Melalui guru yang demikianlah, kita berharap
pendidikan menjadi ajang pembentukan karakter bangsa. Yang akan menentukan
warna masa depan masyarakat Indonesia, serta harga dirinya dimata dunia.
C.
KESIMPULAN
Payung yuridis kompetensi guru yang dikaitkan dengan
program sertifikasi guru bertitik tolak dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kemudian kompetensi guru dituangkan secara
jelas dalam UU No.14 tahun 2005. Hal-hal yang bersifat lebih teknis dan
penjabarannya dapat diperhatikan melalui PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar
Pendidikan Nasional.
Dalam KBBI, kompetensi diartikan dengan cakap atau
kemampuan. Nana Sudjana memahami kompetensi sebagai suatu kemampuan yang
disyaratkan untuk memangku profesi. Senada dengan Nana Sudjana, Sudirman
mengartikan kompetensi sebagai kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang berkenaan
dengan tugasnya. Kompetensi juga dapat diartikan sebagai pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi
bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif,
afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Sebagai seorang pendidik, menurut Kunandar: “Guru
memiliki tanggung jawab pribadi, social, intelektual, moral dan spiritual.
Tanggung jawab mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola dirinya,
mengendalikan dirinya, dan menghargai serta mengembangkan dirinya. Tanggung
jawab social diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai
bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan social serta memiliki kemampuan
interaktif yang efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui
penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan
melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa
tidak menyimpang dari norma-norma agama dan moral”.
Aspek-aspek kepribadian guru ialah: (1) Berjiwa
Pendidik dan Bertindak Sesuai dengan Norma yang Berlaku; (2) Kepribadian yang
mantap, stabil, dan dewasa; (3) Disiplin, Arif dan Berwibawa; (4) Menjadi
teladan bagi peserta didik, dan (5) Berakhlak Mulia
D.
REFERENSI
Janawi. 2012. Kompetensi Guru: Citra Guru Profesional.
Bandung: Alfabeta
Mulyasa, E. 2013. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Rochman, Chaerul dan Heri
Gunawan. 2011. Pengembangan Kompetensi
Kepribadian Guru: Menjadi Guru yang Dicintai dan Diteladani oleh Siswa.
Bandung: Nuansa Cendekia
Bermanfaat sekali, sangat membantu saya dalam mengembangkan kompetensi dan untuk menulis 1 artikel ini:
BalasHapushttps://www.dasarguru.com/kompetensi-kepribadian-guru-sekolah-dasar/
Terimakasih.